Perayaan
tahun baru Masehi (new
year’s day, al ihtifal bi ra`si as sanah) bukan hari raya umat
Islam, melainkan hari raya kaum kafir, khususnya kaum Nashrani. Penetapan 1
Januari sebagai tahun baru yang awalnya diresmikan Kaisar Romawi Julius Caesar
(tahun 46 SM), diresmikan ulang oleh pemimpin tertinggi Katolik, yaitu Paus
Gregorius XII tahun 1582. Penetapan ini kemudian diadopsi oleh hampir
seluruh negara Eropa Barat yang Kristen sebelum mereka mengadopsi kalender
Gregorian tahun 1752.
Bentuk
perayaannya di Barat bermacam-macam, baik berupa ibadah seperti layanan ibadah
di gereja (church
servives), maupun aktivitas non-ibadah, seperti parade/karnaval,
menikmati berbagai hiburan (entertaintment), berolahraga seperti hockey es dan American football (rugby), menikmati makanan
tradisional, berkumpul dengan keluarga (family time), dan
lain-lain.
Berdasarkan manath (fakta hukum) tersebut, haram hukumnya
seorang muslim ikut-ikutan merayakan tahun baru Masehi. Dalil keharamannya ada
2 (dua);
Pertama, dalil
umum yang mengharamkan kaum muslimin menyerupai kaum kafir
(tasyabbuh
bi al kuffaar).
Kedua, dalil
khusus yang mengharamkan kaum muslimin merayakan hari raya kaum kafir (tasyabbuh
bi al kuffaar fi a’yaadihim).
Dalil umum yang mengharamkan menyerupai kaum kafir antara lain
firman Allah SWT :
“Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu katakan (kepada Muhammad) ‘Raa’ina’ tetapi katakanlah ‘Unzhurna’ dan ‘dengarlah’. Dan bagi orang-orang kafir
siksaan yang pedih.”
(QS Al Baqarah : 104).
Imam
Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini dengan mengatakan Allah SWT telah melarang
orang-orang yang beriman untuk menyerupai orang-orang kafir dalam ucapan dan
perbuatan mereka. Karena orang Yahudi menggumamkan kata ‘ru’uunah’ (bodoh sekali) sebagai ejekan kepada
Rasulullah SAW seakan-akan mereka mengucapkan ‘raa’ina’ (perhatikanlah kami).
(Tafsir
Ibnu Katsir, 1/149).
Ayat-ayat
yang semakna ini banyak, antara lain QS Al Baqarah : 120, QS Al Baqarah : 145;
QS Ali ‘Imran : 156, QS Al Hasyr : 19; QS Al Jatsiyah : 18-19; dll (Al
Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 12/7; Wa`il Zhawahiri Salamah, At Tasyabbuh Qawa’iduhu wa
Dhawabituhu, hlm. 4-7;
Mazhahir
At Tasyabbuh bil Kuffar fi Al ‘Ashr Al Hadits, hlm.
28-34).
Dalil
umum lainnya sabda Rasulullah SAW,
“Barangsiapa yang
menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.” (HR Ahmad, 5/20; Abu
Dawud no 403). Imam Ibnu Hajar Al Asqalani mengatakan sanad hadits ini hasan. (Fathul Bari, 10/271).
Hadits
tersebut telah mengharamkan umat Islam menyerupai kaum kafir dalam hal-hal yang
menjadi ciri khas kekafiran mereka (fi khasha`ishihim),
seperti aqidah dan ibadah mereka, hari raya mereka, pakaian khas mereka, cara
hidup mereka, dll. (Al
Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 12/7; Ali bin Ibrahim ‘Ajjin, Mukhalafatul Kuffar fi As
Sunnah An Nabawiyyah, hlm. 22-23).
Selain
dalil umum, terdapat dalil khusus yang mengharamkan kaum muslimin merayakan
hari raya kaum kafir. Dari Anas RA, dia berkata,”Rasulullah SAW datang ke
kota Madinah, sedang mereka (umat Islam) mempunyai dua hari yang mereka gunakan
untuk bermain-main.
Rasulullah SAW
bertanya,’Apakah dua hari ini?’ Mereka menjawab,’Dahulu kami bermain-main pada
dua hari itu pada masa Jahiliyyah.’ Rasulullah SAW bersabda,’Sesungguhnya Allah
telah mengganti dua hari itu dengan yang lebih baik, yaitu Idul Fitri dan Idul
Adha.”
(HR Abu Dawud, no 1134).
Hadits ini dengan jelas
telah melarang kaum muslimin untuk merayakan hari raya kaum kafir. (Ali bin
Ibrahim ‘Ajjin, Mukhalafatul Kuffar
fi As Sunnah An Nabawiyyah, hlm.
173).
Berdasarkan
dalil-dalil di atas, haram hukumnya seorang muslim merayakan tahun baru,
misalnya dengan meniup terompet, menyalakan kembang api, menunggu detik-detik
pergantian tahun, memberi ucapan selamat tahun baru, makan-makan, dan
sebagainya. Semuanya haram karena termasuk menyerupai kaum kafir (tasyabbuh
bi al kuffaar) yang telah diharamkan Islam. Wallahu a’lam.
semoga
artikel ini bermanfaat.
No comments:
Post a Comment